Beranda | Artikel
Dampak Negatif Dari Shaf Yang Tidak Lurus
Senin, 13 Maret 2017

DAMPAK NEGATIF DARI SHAF YANG TIDAK LURUS

Shalat yang dilakukan oleh seorang Muslim memiliki dampak secara langsung dalam prilakunya. Allah Azza wa Jalla berfirman :

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ 

Sesungguhnya shalat itu bisa mencegahnya dari perbuatan keji dan mungkar [Al-Ankabut/29:45]

Tentu hal ini akan terwujud, jika dia melaksanakan shalat dengan benar sesuatu dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam syari’at ini. Sebaliknya, jika tidak dilaksanakan dengan benar, maka keburukanlah yang akan menimpanya. Termasuk, masalah meluruskan shaf ketika melaksanakan shalat secara berjama’ah. Keharmonisan hati adalah buahnya. Namun jika shafnya berantakan dan tidak lurus, maka dampak negatif pasti akan menimpa. Berikut diantara dampak negatif dari tidak meluruskan shaf.

Shaf Yang Tidak Lurus Menyebabkan Hancurnya Umat.
Dari Abu Mas’ûd Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اسْتَوُوا وَلاَ تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ

Luruskanlah dan janganlah kalian melenceng, karena hati kalian pun akan melenceng (bercerai-berai).[1]

Dari hadits tersebut, tampak jelas bagi kita, tanpa menyisakan ruang untuk keraguan sedikitpun  bahwa tidak meluruskan shaf menyebabkan perselisihan yang akan menumbuhkan rasa gentar, menyeret kepada kehancuran dan kehilangan kekuatan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ

Hendaklah kalian taat kepada Allâh dan Rasul-Nya! Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu. [Al-Anfâl/8:46]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

لَا تَخْتَلِفُوا فَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ اخْتَلَفُوا فَهَلَكُوا

Janganlah kalian berselisih! Karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah berselisih hingga mereka binasa. [HR. Al-Bukhâri, no. 2410]

Dengan memadukan nash-nash yang ada, maka maknanya menjadi : Luruskanlah dan janganlah kalian berselisih! Karena itu akan menyebabkan kalian binasa, menjadi gentar dan hilang kekuatan kalian.”

Apakah kita menginginkan kehancuran yang lebih dari ini? Ataukah kita menanti sifat gentar dan pengecut yang lebih parah lagi?! Lihatlah realita kita saat ini! Sementara umat-umat lain telah bersekongkol untuk menghabisi kita, sebagaimana para pemangsa yang sedang kelaparan telah berkumpul di pinggan makan mereka. Lihatlah negeri-negeri kaum Muslimin telah banyak diduduki dan dijajah oleh musuh-musuh mereka! Namun musuh-musuh itu belum puas, mereka terus membuat makar agar bisa menaklukkan negeri-negeri kaum Muslimin yang tersisa. Kita tidak punya daya dan kekuatan dihadapan umat-umat yang lain. Tak ada suara yang terdengar selain keluhan, rintihan, permintaan untuk diperlakukan secara adil, permohonan agar serangan dan serbuan yang dilancarkan kepada kaum Muslimin dihentikan. Kita telah terkotak-kotak dan terbagi ke dalam banyak golongan dan kelompok serta masing-masing bangga dengan kelompoknya, sebagai firman Allâh Azza wa Jalla :

كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ

Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). [Al-Mu’minûn/23:53]

Sungguh, hati telah bercerai-berai, jihad pun telah terbengkalai, seakan-akan tak ada lagi yang tersisa dari jihad selain sekadar pembicaraan tentangnya. Lantas, sampai kapankah kita akan terus begini?! Sampai kapankah kita dalam keadaan terpecah-belah, berselisih dan tersia-siakan? Apakah belum tiba saatnya bagi hati kita untuk tunduk penuh khusyuk mengingat Allâh Azza wa Jalla dan ajaran-ajaran agama kita? Wahai orang-orang yang terpilih dan terbaik, apakah belum tiba saatnya bagi kalian untuk saling bertaut hati dan saling mencintai?!

Maka, marilah kita bergegas untuk meluruskan shaf-shaf kita! Dengan izin Allâh, kita akan bisa mengharmoniskan hati kita. Sungguh, keharmonisan hati itu sangat bermanfaat bagi kita dan sekaligus sebagai pukulan telak terhadap para syaitan, baik dari bangasa jin maupun manusia.

Syaitan Menyelinap Di Sela-Sela Shaf
Dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

رُصُّوا صُفُوفَكُمْ ، وَقَارِبُوا بَيْنَهَا ، وَحَاذُوا بِالأعْنَاقِ؛ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إنِّي لأَرَى الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ مِنْ خَلَلِ الصَّفِّ ، كَأَنَّهَا الحَذَفُ

Rapatkanlah shaf-shaf kalian! Dekatkanlah di antara shaf-shaf tersebut! Jadikanlah leher (dan pundak) dalam posisi sejajar . Demi Dzat Yang jiwaku ada di tangan-Nya! Sesungguhnya aku benar-benar melihat syaitan masuk dari celah shaf, seakan-akan syaitan itu anak-anak kambing[2]

Perhatikanlah nash-nash ini, kemudian tanyakan pada diri kita, siapakah yang menyelinap di sela-sela celah shaf itu? Jawabnya ada pada sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَلاَ تَذَرُوْا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ

Janganlah kalian biarkan ada celah-celah buat syaitan!

Siapakah syaitan ini? Kenalilah dia dari firman Allâh Azza wa Jalla :

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا ۚ إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu). Sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongan supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala [Fâthir/35:6]

Dan tak bisa terlupakan dari benak kaum Muslimin bahwa masjid adalah belahan bumi yang paling dicintai Allâh Azza wa Jalla , sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

أَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ مَسَاجِدُهَا وَأَبْغَضُ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ أَسْوَاقُهَا

Negeri (tempat) yang paling dicintai Allâh adalah masjid-masjidnya, sedangkan negeri yang paling dibenci Allâh adalah pasar-pasarnya.[3]

Sementara shalat termasuk amalan yang paling dicinta Allâh Azza wa Jalla .

Lalu, bagaimana bisa disaat berada di tempat, waktu[4] dan amalan yang paling utama, engkau menjauh dari saudara-saudaramu, lalu mendekat kepada syaitan? Bagaimana bisa kita menjauhkan saudara-saudara dan mendekatkan musuh-musuh?! Sungguh sangat ironis!

Bagaimana bisa kita menjamu syaitan di rumah-rumah kaum Mukminin yang bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla?[5]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan perbuatan membiarkan ada celah-celah dalam shaf, karena syaitan akan berhamburan menuju kearah celah itu dan mengisinya seperti halnya anak-anak domba yang masih kecil. Bahkan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai bersumpah atas nama Allâh saat memberitahukan hal ini, padahal sumpah itu benar-benar sumpah yang agung dan diucapkan pula orang Nabi kita yang agung Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam sumpah ini terdapat banyak sekali makna-makna ubûdiyyah dan merendahnya Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Allâh Azza wa Jalla . Mengingat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui dengan sebenar-benarnya apa yang menjadi konsekuensi dari perihal diri Beliau yang berada di tangan Allâh Sang Pencipta Yang Maha Perkasa lagi Maha Besar.

Setelah mengucapkan sumpahnya –yang merupakan bentuk penegasan yang paling tinggi-, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangkan lagi piranti-piranti penegas yang lain; yaitu huruf taukîd (huruf yang menunjukkan makna penegasan) inna, lalu huruf lam dalam kata la-arâ (aku benar-benar melihat); kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepada kita apa yang Beliau lihat dengan memberikan gambaran nyata serta menyerupakannya dengan sesuatu yang bisa diindra (sesuatu yang konkrit).

Ini semua adalah berita dari orang yang bisa menyaksikannya langsung, bukan berdasarkan berita yang dia dengar dari orang lain. Dan pasti beda antara orang yang menyaksikan sesuatu secara langsung dengan hanya mendengarnya dari sebuah berita.[6]  Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa melihat apa yang tidak kita lihat, sebagaimana sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesempatan berbeda:

إِنِّي أَرَى مَا لَا تَرَوْنَ وَأَسْمَعُ مَا لَا تَسْمَعُونَ

Sesungguhnya aku melihat apa yang tidak kalian lihat dan saya mendengar apa yang tidak kalian dengar.[7]

Lalu setelah semua ini, bagaimana bisa kita rela dengan syaitan dan kita enggan dengan kaum Mukminin? Bila ada saudara Muslim yang mendekat kita, kita menjauh dan menghindar, sebaliknya bila syaitan terlaknat mendekat kita, kita menyambutnya dengan suka cita?!

Pahala Orang yang Menutup Celah-celah Shaf
Karena hal itu dan lainnya, Allâh Azza wa Jalla mengangkat derajat orang yang mau menutup celah shaf dan Allâh Azza wa Jalla bangunkan untuknya rumah di surga. Ini berdasarkan apa yang Aisyah Radhiyallahu anhuma riwayatkan, ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَدَّ فُرْجَةً رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً، وَ بَنَى لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ

Barangsiapa yang menutup celah shaf, maka Allâh Azza wa Jalla akan mengangkatnya satu derajat dan Allâh bangun untuknya rumah di surga.[8]

Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خِيَارُكُمْ أَلْيَنُكُمْ مَنَاكِبَ فِي الصَّلَاةِ وَمَا مِنْ خُطْوَةٍ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ خُطْوَةٍ مَشَاهَا رَجُلٌ إلىَ فُرْجَةٍ فيِ الصَّفِّ فَسَدَّهَا

Yang terbaik di antara kalian adalah orang yang paling lunak pundaknya dalam shalat[9]. Dan tidak ada satu langkah yang lebih agung pahalanya daripada langkah yang diayunkan seseorang untuk menuju celah dalam shaf lalu ia menutupnya.[10]

Bantahan Terhadap Yang Menganggap Aneh Masuknya Syaitan Ke Sela-Sela Shaf
Sebagian orang ada yang merasa heran ketika mendengar bahwa syaitan bisa masuk ke celah-celah shaf. Sikap sebagian orang ini, sungguh sangat mengherankan! Sebab, kalaulah yang menganggap aneh itu bukan seorang Muslim, mungkin masalahnya agak ringan. Namun kalau itu muncul dari seorang Muslim, ini sama sekali tidak bisa diterima akal sehat. Karena mengimani apa yang diberitakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Nabi yang benar lagi dibenarkan oleh Allâh Azza wa Jalla merupakan buah dan konsekuensi dari keimanan terhadap kenabian dan kerasulan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Diantara kabar yang datang dari  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah apa yang diriwayatkan Abu Sa’id  Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلَاةِ فَلْيَضَعْ يَدَهُ عَلَى فِيهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ مَعَ التَّثَاؤُبِ

Bila salah seorang dari kalian menguap, maka hendaklah ia meletakkan tangannya pada mulutnya. Karena syaitan masuk bersamaan dengan saat ia menguap[11]

Juga sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

لَا تَقُلْ تَعِسَ الشَّيْطَانُ فَإِنَّهُ يَعْظُمُ حَتَّى يَصِيْرَ مِثْلَ الْبَيْتِ وَيَقُولُ بِقُوَّتِي صَرَعْتُهُ وَلَكِنْ قُلْ بِسْمِ اللَّهِ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ ذَلِكَ تَصَاغَرَ حَتَّى يَصِيْرَ مِثْلَ الذُّبَابِ

Janganlah engkau mengatakan, ‘Celaka setan!’ Karena ia akan semakin membesar hingga menjadi seperti rumah dan dia akan mengatakan, ‘Dengan kekuatankulah aku bisa menghempaskannya!’ Akan tetapi katakanlah, ‘Bismillah.’ Karena sesungguhnya bila engkau mengucapkan kalimat itu, iapun akan mengecil hingga menjadi seperti lalat.[12]

Kita telah mendengar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa syaitan bisa masuk lewat mulut seseorang ketika ia tanpa menutup mulut. Dalam kesempatan lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberitahukan bahwa sesekali syaitan bisa membesar hingga menjadi seperti rumah dan syaitan juga bisa mengecil hingga menjadi seperti lalat dengan sebab bacaan ‘Bismillah’ yang dibaca oleh seseorang Muslim. Dan kabar tentang syaitan itu bisa masuk dalam celah-celah shaf juga datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Berhati-hatilah! Wahai saudara-saudaraku! Jangan sampai ada keraguan menyelinap ke dalam diri kita! Jika ada keraguan menyelinap ke dalam hati, itu menandakan ada kerusakan di hati dan menjadi tanda bahwa dia belum bisa menerima sepenuhnya perintah-perintah syariat yang hanîf ini. Semoga Allâh Azza wa Jalla senantiasa melindungi kita semua dari semua makar syaitan yang datang segala penjuru untuk menyesatkan kita dan mencari orang yang bisa menemaninya di neraka

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIX/1437H/2015M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
______
Footnote
[1] HR. Muslim, no. 432
[2] HR. Abu Daud dan An-Nasa’i. Lihat Shahîh Sunan Abi Daud, no. 621 juga Shahîh at-Targhîb wa at-Tarhîb, no. 494.
[3] HR. Muslim, no. 671
[4] Menunjuk pada hadits Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Aku bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amalan apakah yang paling utama?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Shalat tepat pada waktunya…” HR. Al-Bukhâri, no.  527 dan Muslim, no. 85
[5] Merujuk pada sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Masjid adalah rumah setiap orang bertakwa.” HR. Thabrani dalam al-Kabîr, dan lainnya. Hadits ini dinilai sebagai hadits hasan oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shahîhah, no. 716
[6] HR. Ahmad dalam Musnadnya. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Misykatul Mashâbîh, no. 5738
[7] HR. Tirmidzi, Shahîh Sunan Tirmidzi, no. 1882; Ibnu Mâjah, Shahîh Ibni Mâjah, no. 3378. Dan hadits ini dinilai hasan oleh syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahîh at-Targhîb wa At-Tarhîb, no. 3380
[8] HR. Al-Mahamili dalam al-Amâlî, juga Ahmad, Ibnu Mâjah tanpa ada lafazh, “Allâh bangun untuknya rumah di surga.” Lihat ash-Shahîhah, no. 1892 dan Shahîh at-Targhîb wa at-Tarhîb, no. 505
[9] Yaitu yang mudah ketika dirapikan shafnya; ketika ada yang mengambil bahunya yang keluar dari shaf untuk dimajukan atau diakhirkan hingga shaf menjadi lurus
[10] HR. Thabrani dalam al-Ausath. Lihat ash-Shahîhah, no. 2533 dan Shahîh at-Targhîb wa at-Tarhîb, no. 504
[11] HR. Al-Bukhâri, no.  3289 dan Muslim, no.  2995. Dan ini lafazh yang diriwayatkan Imam Muslim.
[12] HR. Ahmad dalam Musnadnya; Abu Daud, Shahîh Sunan Abi Daud, no. 4168, dan lainnya.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/6517-dampak-negatif-dari-shaf-yang-tidak-lurus.html